Budaya Pendidikan Anak Pesisir di Wilayah Kepulauan Spermonde
Abstract
Artikel ini membahas tentang pentingnya pendidikan bagi anak-anak yang bertempat tinggal di wilayah Kepulauan Spermande di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pada wilayah kepulauan jauh terakses dari wilayah perkotaan. Maka dari itu tidak semua anak-anak yang berada di wilayah kepulauan mendapatkan kesempatan belajar. Padahal adalah hak setiap anak untuk mendapatkan pendidikan. Pada artikel ini menjelaskan bagaiamana potret pendidikan bagi anak pesisir di wilayah kepulauan, terkait mengenai pendidikan formal dan informal. Terdapat beberapa faktor yang membuat anak-anak pesisir tidak mendapatkan kesempatan untuk merasakan bagaimana itu pendidikan, dikarenakan tidak adanya satuan pendidikan pada pulau tersebut, adapun beberapa pulau yang terdapat satuan pendidikan, beberapa diantara mereka yang bersekolah terkadang hanya sampai tingkat Sekolah Dasar saja. Hal lain yang mempengaruhi adalah perspektif masyarakat nelayan terkait pendidikan, dalam hal ini adalah orang tua anak-anak pesisir. Kemudian faktor ekonomi, faktor lingkungan dan lainnya yang menjadi alasan berikutnya. Pendidikan sangatlah penting, pendidikan merupakan suatu usaha untuk mempersiapkan generasi muda menuju masa depan yang lebih baik, tentunya untuk menghadapi segala tantangan yang mendatang. Anak-anak pesisir yang cerdas dan berpendidikan akan membawa tingkat kehidupan keluarga menjadi lebih baik, dari sistem sosial dan ekonomi, bahkan dapat memajukan potensi sumber daya dibidang kelautan kelak.
Downloads
References
[2] M. T. Ilahi, Gagalnya pendidikan karakter: analisis & solusi pengendalian karakter emas anak didik. Ar-Ruzz Media, 2014.
[3] A. Amrullah, “Analisis Kondisi Terumbu Karang di Perairan Kecamatan Liukang Tuppabiring Kabupaten Pangkep Sulawesi Selatan dengan Pendekatan Remote Sensing (Penginderaan Jauh),” Jurnal Biotek, vol. 1, no. 1, hlm. 1–14, 2014.
[4] Nuryahman, Putra, I. k., & Santosa, B. (2014). Sejarah Sosial Masyarakat Nelayan di Pesisir Waingapu Sumba Timur Nusa Tenggara Timur. Yogyakarta: Ombak.
[5] R. A. Kinseng, Konflik Nelayan. Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2014.
[6] K. Edi, “Akar Kemiskinan Nelayan”,” Yogyakarta. LKIS, 2004.
[7] Kusnadi. (2009). Keberadaan Nelayan dan Dinamika Ekonomi Pesisir. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media. .
[8] Sumintarsih, Kearifan lokal di lingkungan masyarakat nelayan Madura. Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, Deputi Bidang Pelestarian dan …, 2005.
[9] A. RASYID, “Kelanjutan Pendidikan Dikalangan Anak Nelayan (Kasus; DesaUjung Labuang Kecamatan Suppa Kabupaten Pinrang),” PhD Thesis, 2013.
[10] Rifal, “Modernisasi dan Ekonomi Masyarakat Nelayan di Kampung Gusung Kotamadya Ujung Pandang Tahun 1954-1998,” Universitas Indonesia, Depok, 2017.
[11] R. Najering, “Optimisme Ekonomi Nelayan di Tengah Pergolakan Politik Sulawesi Selatan 1954-1965,” Jurnal Kajian Sosial dan Budaya: Tebar Science, vol. 2, no. 2, hlm. 38–50, 2018.
[12] P. Rifal dan L. Sunarti, “The impact of modernization on the economy for fishermen in Makassar City,” Cultural Dynamics in a Globalized World, 2018.
[13] B. F. Matthes, Boegineesch-Hollandsch Woordenboek. 1874.
[14] B. F. Matthes, Makassaarsch-Hollandsch woordenboek, met Hollandsch-Makassaarsche woordenlijst, en verklaring van een tot opheldering bijgevoegden ethnographischen atlas. F. Muller, 1885.
[15] B. F. Matthes, Boegineesch-Hollandsch woordenboek, met Hollandsch-Boeginesche woordenlijst, en verklaring van een tot opheldering bijgevoegden ethnographischen atlas, vol. 1. Nijhoff, 1874.
[16] B.-F. Matthes, Makassaarsche spraakkunst. Muller, 1858.
[17] R. Firth, “Social Structure and Peasant Economy: The Influence of Social Structure Upon Peasant Economies 1,” dalam Subsistence agriculture and economic development, Routledge, 2017, hlm. 23–36.
[18] S. Zuhdi, Nasionalisme, laut, dan sejarah. Komunitas Bambu, 2014.
[19] Lapian, A. B. (1984). Perebutan Samudera: Laut Sulawesi pada Abad XVI dan XVII. Prisma No. 11, 28. .
[20] B. Suyanto dan J. D. Narwoko, “Sosiologi teks pengantar dan terapan,” Jakarta: Kencana, 2004.
[21] Mubyarto, Pengantar ekonomi pertanian. Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi & Sosial, 1973.
[22] P. L. Rahman, “Gambaran pola asuh orangtua pada masyarakat pesisir pantai,” 2012.
[23] S. Mulyadi, “Ekonomi Kelautan: Jakarta: PT,” Grafindo Persada, 2005.
[24] Kusnadi, Akar kemiskinan nelayan. LKiS, 2003.
[25] Hasbullah, Dasar-dasar ilmu pendidikan. Rajagrafindo Persada (Rajawali Pers), 2001.
[26] B. Walgito, “Pengantar Psikologi Umum (edisi revisi),” Yogyakarta: CV. Andi Offset, 2010.
[27] H. Baharuddin, Pendidikan & Psikologi Perkembangan. Jogyakarta: AR-Ruzz Media Borba, Michele, 2008.
[28] L. H. K. Kadriani dan L. Harudu, “Persepsi Masyarakat Nelayan Tentang Pentingnya Pendidikan Formal Di Desa Jawi-Jawi Kecamatan Bungku Selatan Kabupaten Morowali,” Penelitian Pendidikan Geografi, vol. 1, no. 1, 2017.
[29] M. Noveria dan M. A. Malamassam, “Penciptaan Mata Pencaharian Alternatif: Strategi Pengurangan Kemiskinan dan Perlindungan Sumber Daya Laut (Studi Kasus Kota Batam dan Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan),” Jurnal Kependudukan Indonesia, vol. 10, no. 2, hlm. 139–150, 2015.
[30] B. Suyanto, “Mekanisme Survival, Identifikasi Kebutuhan dan Pemberdayaan Nelayan Miskin dalam Masa Kritis Akibat Kenaikan Harga BBM,” LPPM Universitas Airlangga, vol. 24, no. 1, hlm. 74–83, 2011.
[31] A. D. Hardianto, “Mekanisme Survival Keluarga Nelayan.”
[32] O. Surono, Koperasi nelayan: pengelolaan sumber daya perikanan tangkap berbasis ekonomi gotong royong. RMBooks, 2015.
[33] “Karena Kelas Perahu, Pangkep Dapat Penghargaan Ini Artikel ini telah tayang di tribun-timur.com dengan judul Karena Kelas Perahu, Pangkep Dapat Penghargaan Ini, http://makassar.tribunnews.com/2018/09/21/karena-kelas-perahu-pangkep-dapat-penghargaan-ini. Penulis: Munjiyah Dirga Ghazali Editor: Imam Wahyudi.”