Pendidikan Berbasis Nilai-Nilai Religius Bagi Masyarakat Bahari di Pangkajene dan Kepulauan
Abstract
Artikel ini membahas pendidikan berbasis nilai-nilai religius bagi masyarakat bahari di Pangkajene dan Kepulauan. Pendidikan nilai religius tidak hanya berfungsi untuk memperdalam keimanan individu, tetapi juga menjadi instrumen penting untuk mempertahankan kearifan lokal dan solidaritas sosial. Di Pangkep, nilai-nilai ini dapat diwujudkan melalui praktik seperti ritual keagamaan, kegiatan pendidikan formal maupun informal, serta aktivitas sosial yang terhubung dengan kehidupan pesisir. Melalui penguatan pendidikan berbasis nilai religius, masyarakat diharapkan dapat membangun kesadaran yang lebih mendalam tentang pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia, lingkungan, dan Tuhan. Hal ini tidak hanya akan melestarikan nilai-nilai luhur masyarakat bahari, tetapi juga membangun karakter komunitas yang lebih tangguh menghadapi tantangan global. Artikel ini berupaya mengeksplorasi peran pendidikan nilai-nilai religius dalam membentuk kehidupan masyarakat bahari di Pangkep, serta bagaimana implementasinya dapat mendukung keberlanjutan budaya dan identitas komunitas maritim. Menggunakan metode sejarah yang digunakan dalam penelitian ini bertujuan untuk menggali dan menganalisis kontribusi pendidikan berbasis nilai-nilai religius terhadap kehidupan sosial, budaya, dan lingkungan masyarakat Pangkajene dan Kepulauan, khususnya dalam konteks tradisi bahari. Melalui langkah-langkah penelitian yang sistematis ini, peneliti diharapkan dapat memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai peran agama dalam membentuk pola pendidikan dan cara pandang masyarakat terhadap alam, terutama laut, sebagai sumber kehidupan mereka.
Downloads
References
[2] I. Zamkowska, “God’s not dead 1-Open Education Model of religious education in the world of mixed values,” The Journal of Education, Culture, and Society, vol. 11, no. 2, pp. 82–97, 2020.
[3] R. F. F. A. Eze, “Global Journal of Theology and Philosophy”.
[4] A. Mumford and J. Gold, Management development: Strategies for action. CIPD Publishing, 2004.
[5] P. S. Herzog, “Global Studies of Religiosity and Spirituality: A Systematic Review for Geographic and Topic Scopes,” Religions (Basel), vol. 11, no. 8, p. 399, 2020. https://doi.org/10.3390/rel11080399
[6] M. I. Wamnebo, “Sustainability status of ecological dimensions in mangrove forest management in the coastal of Pangkep regency: South Sulawesi,” International Journal of Multidisciplinary Research and Growth Evaluation, vol. 4, no. 1, pp. 46–50, 2023.
[7] M. McSherry, R. P. Davis, D. A. Andradi-Brown, G. N. Ahmadia, M. Van Kempen, and S. Wingard Brian, “Integrated mangrove aquaculture: The sustainable choice for mangroves and aquaculture?,” Frontiers in Forests and Global Change, vol. 6, p. 1094306, 2023. https://doi.org/10.3389/ffgc.2023.1094306
[8] B. Leap and D. Thompson, “Social solidarity, collective identity, resilient communities: Two case studies from the rural US and Uruguay,” Soc Sci, vol. 7, no. 12, p. 250, 2018. https://doi.org/10.3390/socsci7120250
[9] C. Mishra and N. Rath, “Social solidarity during a pandemic: Through and beyond Durkheimian Lens,” Social Sciences & Humanities Open, vol. 2, no. 1, p. 100079, 2020. https://doi.org/10.1016/j.ssaho.2020.100079
[10] A. S. Taylor, “Toward a Chinese Buddhist Modernism: Khenpo Sodargye and the Han Inundation of Larung Gar,” Review of Religion and Chinese Society, vol. 9, no. 2, pp. 170–197, 2022.
[11] R. Yusuf, M. Yaumi, and M. K. Mustami, “Implementation Of Emotional And Spiritual Quotient In Islamic Religious Education In Sma Negeri 20 Pangkep,” JICSA (Journal of Islamic Civilization in Southeast Asia), vol. 10, no. 1, pp. 28–64, 2021. https://doi.org/10.24252/jicsa.v10i1.19504
[12] Imran, “Bissu: Genealogi dan Tegangannya dengan Islam [Bissu: Genealogy and its Tension Islamic].,” Mimikri Journal, vol. 5, no. 1, pp. 91–103, 2019.
[13] A. N. Iman, D. Mulyana, A. G. Pratama, and E. Novianti, “A study of transvestites: The self-presentation of bissu,” The Journal of Social Sciences Research, pp. 70–75, 2018.
[14] P. J. Ismoyo, “Decolonizing gender identities in Indonesia: a study of bissu ‘the trans-religious leader’in Bugis people,” Paradigma Jurnal Kajian Budaya, vol. 10, no. 3, pp. 277–288, 2020. DOI: 10.17510/paradigma.v10i3.404
[15] A. Hasriani, “Bissu Rituality on Bugis Community in Sub District Segeri Pangkep Regency South Sulawesi,” Journal on Leadership and Policy, vol. 3, no. 2, 2018.
[16] E. Durkheim, “The elementary forms of religious life,” in Social theory re-wired, Routledge, 2016, pp. 52–67.
[17] M. Weber, The Protestant ethic and the" spirit" of capitalism: and other writings. Penguin, 2002.
[18] C. Geertz, “Religion as a cultural system,” in Anthropological approaches to the study of religion, Routledge, 2013, pp. 1–46.
[19] L. Halman and V. Draulans, “Religious beliefs and practices in contemporary Europe,” in European Values at the Turn of the Millennium, Brill, 2004, pp. 283–316. https://doi.org/10.1163/9789047405900_015