Implementasi Pembelajaran Higher Order Thinking Skills (HOTS) Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik
Abstract
Kurikulum ini juga harus dikawal dengan kebijakan yang sinergis dan akhirnya siswa dapat belajar dengan semangat, antusias, tidak bosan dan mampu menyerap nilai-nilai moral yang terkandung secara tersitat dalam setiap materi. Sehingga dengan HOTS dimplementasikan pada kurikulum 2013, diharapkan adanya perubahan paradigma pada pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran yang pada awalnya berpusat pada para guru (teacher centered) berubah menjadi berpusat pada siswa (student centered). Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi pelajaran. Sehingga dengan HOTS dimplementasikan pada kurikulum 2013, diharapkan adanya perubahan paradigma pada pelaksanaan pembelajaran. Pembelajaran yang pada awalnya berpusat pada para guru (teacher centered) berubah menjadi berpusat pada siswa (student centered). Guru diharapkan lebih kreatif dan inovatif dalam menyajikan materi pelajaran. Dari sekian banyak unsur sumber daya pendidikan, kurikulum 2013 ditambah dengan pendekatan penerapan HOTS dalam proses pembelajaran memberikan kontribusi yang signifikan untuk mewujudkan proses berkembangnya kualitas potensi peserta didik. Jadi tidak dapat disangkal lagi bahwa kurikulum 2013 dengan HOTS yang dikembangkan dengan berbasis pada kompetensi sangat diperlukan sebagai instrumen untuk mengarahkan peserta didik menciptakan anak yang unggul, mampu bersaing di dunia internasional serta menjadi: (1) manusia berkualitas yang mampu dan proaktif menjawab tantangan zaman yang selalu berubah; dan (2) manusia terdidik yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, man-diri; dan (3) warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Downloads
References
[2] Y. M. Heong, W. B. Othman, J. B. M. Yunos, T. T. Kiong, R. Bin Hassan, and M. M. B. Mohamad, “The level of marzano higher order thinking skills among technical education students,” Int. J. Soc. Sci. Humanit., vol. 1, no. 2, p. 121, 2011.
[3] D. Polly and L. Ausband, “Developing higher-order thinking skills through webquests,” J. Comput. Teach. Educ., vol. 26, no. 1, pp. 29–34, 2009.
[4] D. Zuchdi, “Humanisasi pendidikan,” 2008.
[5] W. Sanjaya, Perencanaan dan desain sistem pembelajaran. Kencana, 2015.
[6] E. Syahputra and A. A. Nasution, “The Concept of HOTS and Relevant Learning Model,” in 3rd Annual International Seminar on Transformative Education and Educational Leadership (AISTEEL 2018), 2018.
[7] S. M. Brookhart, How to assess higher-order thinking skills in your classroom. ASCD, 2010.
[8] A. Mahmudi, “The Use of G-form as an Assessment Instrument in Arabic Language Teaching Based on HOTS,” At-Tarbawi J. Kaji. Kependidikan Islam, vol. 3, no. 2, 2018.
[9] J. Raco, “Metode penelitian kualitatif: jenis, karakteristik dan keunggulannya,” Center for Open Science, 2010.
[10] R. Hardiansyah, “Relevansi Konsep Ulul Albab Dalam Qs Ali Imron 190-195 dengan Tujuan Pendidikan Islam.” UIN Raden Intan Lampung, 2017.
[11] M. Zed, Metode peneletian kepustakaan. Yayasan Obor Indonesia, 2004.
[12] U. Ulya, “Kuasa Wacana Keagamaan : dari Kekerasan Simbolik menuju Kekerasan Fisik,” Al-Ulum, 2016.
[13] M. Syah, A. S. Wardan, M. F. Rakhmat, and Muchlis, Psikologi pendidikan: dengan pendekatan baru. Penerbit PT Remaja Rosdakarya, 1997.
[14] R. E. Iswahyuni, “Proses Penyelesaian Soal Ber-Tipe Hot (Higher Order Thinking) pada Materi Diferensial Siswa SMA Berdasarkan Kemampuan Matematis,” J. Ilm. Edukasi Sos., vol. 9, no. 2, pp. 162–167, 2019.
[15] H. Haryanto, “Pengembangan Cara Berpiklr Divergen-konvergen sebagai Isu Kritis dalam Proses Pembelajaran,” Maj. Ilm. Pembelajaran, vol. 2, no. 1, 2006.
[16] J. Piaget, “The role of action in the development of thinking,” in Knowledge and development, Springer, 1977, pp. 17–42.
[17] E. Labinowicz, The Piaget primer: Thinking, learning, teaching. Addison-Wesley Menlo Park, CA, 1980.
[18] R. Van der Veer, “The concept of culture in Vygotsky’s thinking,” Cult. Psychol., vol. 2, no. 3, pp. 247–263, 1996.
[19] V. P. John-Steiner, “Vygotsky on thinking and speaking.,” 2007.
[20] P. Bloom and E. Skloot, Scaling social impact: New thinking. Springer, 2010.
[21] P. Bloom and F. C. Keil, “Thinking through language,” Mind Lang., vol. 16, no. 4, pp. 351–367, 2001.
[22] M. Sudarma, “Mengembangkan keterampilan berpikir kreatif,” Jakarta Raja Graf. Persada, 2013.
[23] S. A. Gallagher, W. J. Stepien, and H. Rosenthal, “The effects of problem-based learning on problem solving,” Gift. Child Q., vol. 36, no. 4, pp. 195–200, 1992.
[24] B. F. Jones, C. M. Rasmussen, and M. C. Moffitt, Real-life problem solving: A collaborative approach to interdisciplinary learning. American Psychological Association, 1997.
[25] U. Pratiwi and E. F. Fasha, “Pengembangan Instrumen Penilaian HOTS Berbasis Kurikulum 2013 Terhadap Sikap Disiplin,” J. Penelit. dan Pembelajaran IPA, vol. 1, no. 1, pp. 123–142, 2015.
[26] J. Jailani, S. Sugiman, and E. Apino, “Implementing the problem-based learning in order to improve the students’ HOTS and characters,” J. Ris. Pendidik. Mat., vol. 4, no. 2, pp. 247–259, 2017.
[27] G. V Madhuri, V. Kantamreddi, and L. N. S. Prakash Goteti, “Promoting higher order thinking skills using inquiry-based learning,” Eur. J. Eng. Educ., vol. 37, no. 2, pp. 117–123, 2012.
[28] P. Ngalim, “Evaluasi Hasil Belajar,” Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011.
[29] D. Mahmud, “Psikologi pendidikan,” Jakarta: PPLPTK, 1989.
[30] M. Dalyono, Psikologi pendidikan. Penerbit Rineka Cipta, 1997.
[31] O. Hamalik, Proses belajar mengajar. Bumi Aksara, 2004.
[32] N. Khodijah, “Psikologi pendidikan,” Jakarta Rajawali Pers, 2014.
[33] M. Dimyati, “Belajar dan pembelajaran,” Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
[34] N. Sudjana and R. Ibrahim, Penelitian dan penilaian pendidikan. Sinar Baru, Bandung, 1989.